Resesi—Pengertian dan 6 Penyebabnya

Resesi—Pengertian dan 6 Penyebabnya

Dunia diprediksi akan mengalami resesi global di tahun 2022 atau 2023 ini.

Apa arti dari Resesi? Apa yang menyebabkan Resesi di suatu negara?


PrimaPlastindo.co.id, JAKARTA—Istilah Resesi mungkin cukup sering kita dengar, namun nampaknya sebagian orang masih belum tahu apa sebenarnya arti dari Resesi dan dampaknya untuk perekonomian.

 

Jadi Apa arti dari istilah ‘Resesi’? Kalau mengacu pada kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (kegiatan ini seolah-olah menurun atau bahkan terhenti)

Tapi, kegiatan ekonomi memang wajarnya alami naik turun. Lantas, penurunan kegiatan ekonomi seperti apa yang bisa dikategorikan sebagai Resesi?

Kalau melansir pada definisi Resesi dari website OJK, sebuah Resesi ekonomi ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negatif selama 2 kuartal berturut-turut, atau sekitar 6 bulan.

Apa tanda-tanda penurunannya? nah, ini bisa dilihat dari laporan PDB (Produk Domestik Bruto), tingkat pendapatan dan ketersediaan lapangan kerja, hingga tingkat produksi industri dan aktivitas penjualan grosir-eceran suatu negara.

Jika tanda-tanda ini terus negatif atau turun secara signifikan, dan dalam 6 bulan berturut-turut, maka kondisi ini lah yang disebut sebagai ‘Resesi’.

Nah, apa yang menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi suatu negara yang pada akhirnya akan menuntun pada kondisi Resesi?

 

6 FAKTOR PENYEBAB RESESI

1. Inflasi

Inflasi menyebabkan harga-harga barang jadi naik, yang memberi dampak pada daya beli masyarakat.

Jika daya beli melesu, aktivitas produksi akan ikutan melesu, hingga akhirnya kegiatan ekonomi secara keseluruhan juga melesu.

Memang, inflasi sebenarnya bukan hal yang buruk, karena itu menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang

sehat dari suatu negara, namun kalau terlalu tinggi dan tidak

terkendali, bisa membawa dampak resesi.

 

2. Deflasi yang berlebihan

Terbalik dengan inflasi, deflasi adalah kondisi dimana harga-harga barang terus turun secara berkepanjangan. Bukankah ini kondisi yang baik? Harga-harga barang jadi murah dan terjangkau?

Deflasi ini akan memberikan tekanan berat pada pemilik usaha dan pelaku bisnis, karena harga yang terus turun berarti margin keuntungan kecil dan akan semakin tergerus makin kecil lagi.

Bayangkan kalau hari ini Anda membeli barang dengan modal 1000 rupiah, besok harganya sudah turun jadi 500 rupiah, bukannya untung, harus jual rugi supaya barangnya bisa laku.

Besoknya lagi, beli barang yang sama harganya sudah turun jadi 250 rupiah dan terus turun kedepannya – bisa dibayangkan betapa sulitnya berdagang dalam kondisi seperti itu – sehingga lebih baik tutup toko daripada terus merugi.

Ujung-ujungnya, kegiatan ekonomi jadi rusak, sehingga pertumbuhan ekonomi pun minus dan terjadilah resesi.

 

3. Gelembung aset yang pecah

Gelembung aset yang pecah menyebabkan kepanikan massal dan membuat banyak investor melepas aset mereka.

Ini biasanya terjadi pada aset-aset yang digelembungkan atau ‘digoreng’ supaya mahal harganya – seperti yang mungkin bisa kita lihat pada pasar saham dan pasar properti.

Bisa jadi aset tersebut ‘digoreng’ supaya terus naik nilainya – terus menggelembung nilainya – hingga suatu saat nilainya terlalu tinggi dan terlalu besar sehingga dianggap tidak masuk akal dan ditinggalkan masyarakat karena tidak kuat lagi menyerap nilai gorengannya.

Saat ini terjadi, gelembung tersebut akan pecah dan akhirnya memicu panic selling – para investor dan pemilik aset berbondong-bondong segera membanderol aset mereka dengan harga miring agar tidak merugi – namun akan berujung pada kehancuran pasar yang kemudian menyebabkan resesi

4. Guncangan ekonomi yang mendadak

Guncangan ekonomi yang terjadi secara mendadak bisa disebabkan banyak hal, mulai dari bencana seperti pandemi, hingga tingkat utang yang tidak terkendali.

Kita ingat di awal pandemi, tahun 2020 lalu, banyak negara melakukan lockdown dan membatasi dengan ketat kegiatan warga mereka, sehingga aktivitas industri pun tertekan dan transaksi jual beli juga anjlok jumlahnya – ini jelas membawa guncangan besar pada kegiatan ekonomi dan membuat pertumbuhannya terhambat atau bahkan minus.

Di sisi lain, utang negara yang menumpuk juga bisa menyebabkan guncangan, karena utang yang banyak akan membuat biaya pelunasannya juga tinggi – sangat tinggi bahkan hingga mungkin mencapai suatu titik dimana negara tersebut sudah menggunakan semua aset dan cadangannya untuk membayar, dan sudah tidak kuat lagi melanjutkan pembayaran – ini bisa memicu krisis dan guncangan ekonomi yang hebat dan berujung pada resesi.

5. Perkembangan teknologi

Mungkin kita pikir perkembangan teknologi akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi.

Memang dalam banyak kasus demikian, namun perkembangan teknologi yang luas dan masif dapat menghasilkan revolusi industri besar-besaran, yang akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya.

contoh mudahnya adalah bagaimana teknologi robot dan automation yang diterapkan di berbagai industri membuat tidak lagi diperlukannya terlalu banyak orang dalam proses produksi – sehingga terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran, membuat tingkat pengangguran naik, dan daya beli masyarakat turun drastis.

Saat ini, banyak ekonom juga khawatir dengan perkembangan AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan dan robotik yang pesat, yg dapat membuat banyak profesi tiba-tiba menjadi usang dan semakin banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya.

Jika negara tidak segera mendorong tenaga kerja lokalnya untuk mengembangkan keterampilan yang selaras dengan revolusi industri yang terjadi dan menciptakan lapangan kerja yang baru, pasti tingkat pengangguran akan meningkat dan membeludak bahkan, dan ini dikhawatirkan bisa memicu resesi.

6. Tingkat produksi dan konsumsi yang tidak seimbang
Keseimbangan antara produksi dan konsumsi masyarakat memang adalah dasar dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, terutama untuk barang-barang komoditas.

Kalau produksinya tinggi, namun konsumsinya rendah, pasokan dalam negeri akan menumpuk dan terlalu melimpah – dan kalau kelimpahan pasokan ini tidak segera dilempar melalui jalur ekspor, harganya akan terus turun dan memicu kondisi deflasi seperti yang disebutkan sebelumnya.

Di sisi lain, jika tingkat konsumsi tinggi sementara produksi tidak bisa mengimbangi, ini akan mendorong terjadinya impor pasokan dari luar untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Akan menjadi masalah kalau jumlah nilai impor lebih besar dari jumlah nilai ekspornya, karena itu akan membuat semakin defisitnya anggaran negara, sehingga akan berdampak besar pada perekonomian.

Nah, apa dampak Resesi terhadap suatu negara?

Simak dalam artikel ini: Ngeri! Ini Dampak Resesi Terhadap Suatu Negara



Whatsapp kami
1
Butuh Info?
Halo!
Butuh informasi harga biji plastik apa anda hari ini?